Saya itu punya klien setia, beliau berdomisili di Jakarta dan tiap kali saya ke Jakarta untuk buka praktek pasti beliau hadir. Hubungan saya dan klien ini pun sudah seperti saudara, jadi tiap beliau mengalami kendala dalam proses ikhtiar, beliau langsung chat saya dan saya pun segera balas.
Masalah rumah tangga beliau ini klasik seperti klien saya pada umumnya yakni suami selingkuh. Cukup lama suami beliau selingkuh yakni sekitar tahun 2018. Dan, alhamdulillah setelah kita ikhtiar bersama memang suami beliau berhenti selingkuh.
Kemudian beberapa waktu lalu, masih di bulan Oktober 2023 ini, beliau hubungi saya kembali katanya suaminya kambuh.
“Mbak, chat suami saya banyak yang dihapus! Saya curiga dia nakalnya kambuh lagi.”
Kata klien saya.
Lalu saya tanya, ibu tahu darimana suaminya menghapus chat?
“Saya pantengin terus Mbak HPnya, karena saya pingin menangkap basah”, jawab klien saya.
Baiklah, saya memahami kecemasan ibu. Ibu takut suaminya selingkuh lagi, apalagi dulu pernah ketangkep basah sehingga sulit kembali percaya pada suami.
Ada keinginan untuk terus mengintai, mencari tahu sedetail mungkin gerak gerik suami. Dan, saya menganggap ini hal wajar yang dialami istri yang pernah diselingkuhi.
Bahkan jika klien saya belum mencapai ketenangan pasca suaminya mengaku tobat dari selingkuh, saya ijinkan klien mengungkapkan kecemasannya.
Silakan ibu lakukan segala jenis kepo yang ibu inginkan. Ungkapkan segala jenis uneg-uneg yang ingin ibu sampaikan ke suami. Jangan ditahan karena itu bisa jadi luka batin.
Tapi, satu hal yang perlu ibu ingat bahwa menggenggam seekor burung dengan erat, itu tidak membuat burung tersebut nyaman. Justru dia tercekik dan ingin melepaskan diri.
Ini lho yang ingin saya sampaikan! Bahwa terus menerus memantau suami, mencurigai, mengintai gerak geriknya, menanyakan segala hal terkait aktivitas suami baik di dunia nyata maupun maya, itu hanya akan membuat suami tidak nyaman.
“Tapi Mbak Meida, saya ini istrinya! Saya berhak untuk mencari tahu, saya tidak ingin suami selingkuh lagi, jadi harus saya jaga. Mbak Meida, rasanya ini sakit! Mbak Meida gak paham ya rasanya.”
Benar, kecemasan dan kemarahan ibu itu benar!
Suami ibu pun seharusnya memaklumi apa yang menjadi kecemasan ibu saat ini, sehingga dia mampu bersikap dengan cara menjaga perasaan ibu. Tapi buk! Sekali lagi, saya ingatkan bahwa tujuan ibu disini adalah untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Bukan untuk memenangkan perasaan ibu.
Sehingga, yang perlu ibu lakukan adalah berkompromi terhadap kondisi yang ada. Ibu melakukan tawar menawar, ibu melakukan pertimbangan terhadap keadaan yang ada. Kemudian memilih sikap terbaik yang bisa ibu terapkan demi tetap utuhnya rumah tangga ibu.
Misalnya, ibu tahu suami kembali menghapus chat WhatsAppnya. Kemudian muncul kecurigaan dalam diri ibu. Hati ibu terbakar panas, ingin menangkap basah suami sehingga ibu mencari segala cara untuk mengintai HPnya.
Kalau sudah dapat buk, kalau ibu sudah menangkap basah isi chat suami, lalu ibu mau bersikap apa?
Apakah ibu akan marah? Dengan kemarahan ini, apakah suami akan berhenti melakukan apa yang tidak ibu inginkan? Belum tentu!
Bisa jadi, suami ibu balik marah pada ibu! Melarang ibu menyentuh HPnya, bahkan dia akan mencari cara baru yang lebih canggih untuk menghubungi pihak ketiga agar tidak ketahuan ibu. Suami akan lebih cerdas lagi dalam menyembunyikan sikap nakalnya.
Siapa yang rugi disini? Ibu sendiri yang rugi karena ibu kehilangan akses HP suami, suami jadi lebih pandai dalam berbohong karena cara lama sudah ibu ketahui dan hubungan ibu dengan suami jadi memburuk.
Padahal sebelumnya hubungan ibu dan suami baik-baik saja, sehingga komunikasi kalian terbuka, ibu dekat secara fisik dan emosional dengan suami. Nah, ini kan kesempatan untuk meluluhkan hati dan mengunci syahwatnya buk!
Tapi kalau sudah ibu hancurkan dengan tuduhan-tuduhan yang ibu berikan ke suami, ibu terus menerus mengintai suami hingga membuatnya tak nyaman berdekatan dengan ibu, maka kesempatan baik untuk berikhtiar itu hilang.
Justru ibu membuka kesempatan lebih lebar pada pihak ketiga untuk kembali lagi menggoda suami ibu. Jadi buk, tiap kali saya meminta ibu untuk mengalah sebentar, meningkatkan pelayanan kepada suami, itu tujuannya bukan untuk memenangkan suami.
Bukan untuk membuat diri ibu rendah sehingga diinjak-injak dan terkesan dibodohi suami. Justru ibulah yang keren dan elegan disini. Karena ibu berakting seolah-olah ibu baik-baik saja, ibu kuat dan tidak terluka. Ibu bisa menerima bahkan kondisi mental ibu terkesan ikhlas, damai dan tenang.
Momen inilah yang membuat suami mampu mendekat, nyaman dengan ibu karena tidak dicurigai, ibu memberikan kesempatan kedua dan memaafkan.
Nah, dalam kondisi dekat inilah ibu bisa memberikan banyak sentuhan ke suami, ibu ikhtiar mendoakan suami sehingga inshallah lebih mudah luluh hatinya. Memorinya kembali mengingat kenangan-kenangan baik bersama ibu.
Kemudian diharapkan, ikhtiar kita ini bertemu dengan waktu yang tepat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. “Luar biasa hambaKU yang satu ini, Aku beri cobaan tapi tetap ikhlas ikhtiar bahkan makin mantap melayani suaminya.”
Kita bayangkan Tuhan berkata demikian buk.
Lalu kalau sudah seperti ini, jatuhlah ridha Tuhan terhadap ikhtiar kita. Akhirnya suami kembali mendekat, kembali baik kepada kita, dibalikkan hatinya oleh Tuhan untuk kita.
Yah, memang tidak mudah buk! Berat untuk menjalani kepura-puraan ini tapi inshallah saya yakin ibu mampu melakukannya demi keutuhan rumah tangga ibu.
Saya doakan yang terbaik bagi ibu, jika kebingungan dalam membuat keputusan terkait rumah tangganya, silakan jangan sungkan hubungi saya boleh melalui chat WhatsApp maupun telepon di nomor konsultasi +628111 26 4401. Atau klik chat WhatsApp otomatis di bawah video ini.
>> Saya Siap Ikut Bimbingan Spiritual Rumah Tangga dengan Mbak Meida <<