Kisah yang saya bagikan disini terinspirasi dari klien saya yang mana beberapa waktu lalu beliau berkonsultasi langsung sewaktu saya ada kunjungan di kota Yogyakarta.
Trauma dan luka batin yang klien rasakan akibat berkonflik dengan mertuanya ini cukup parah. Sampai-sampai beliau tiap kali menyebut kata ‘ibu mertua’, air matanya langsung meleleh.
Beliau sangat tidak sanggup menyebut ataupun mengingat-ingat nama hingga setiap perlakuan ibu mertua terhadapnya. Sejak pertama kali menikah hingga usia pernikahan mencapai 7 tahun, beliau tinggal bersama mertua.
Hampir tiap hari, beliau dikata-katai jorok oleh mertua sendiri. Pemalas, tukang tidur, tidak cekatan, kebiasaan menjijikkan seperti anjing, monyet, tidak tahu diri, penjilat, untung anakku mau nikahin kamu, kalau tidak mungkin sampai sekarang kamu belum menikah.
Dan, masih banyak lagi kalimat kotor yang terlontarkan. Selain kata-kata kotor tersebut, ibu mertua klien juga sering membicarakan dan mejelek-jelekkan klien di depan keluarga besar.
Secara terang-terangan ibu mertua meminta anaknya untuk menceraikan klien saya. Bayangkan buk! Betapa banyak luka batin yang dialami klien.
7 tahun hidup bersama dengan mertua yang keras dan kejam sedangkan di satu sisi beliau tidak berani melakukan perlawanan, pembelaan diri serta sang suami hanya diam.
“Selama 7 tahun Mbak, hampir tiap hari saya menangis! Suami pun tiap hari minta maaf karena tidak berani melawan ibunya dan belum mampu mengajak kami pindah rumah karena belum mampu memiliki rumah sendiri.”
Kata klien saya.
Sebenarnya, tidak ada masalah serius antara klien dan ibu mertua. Memang sejak awal, hubungan klien dengan suami ini ditentang oleh mertua sehingga rasa tidak sukanya ini dibawa terus menerus hingga klien menikah dan memiliki anak.
Nah, lalu bagaimana cara mengatasi konflik mertua dan menantu seperti ini? Solusi untuk segala jenis konflik mertua dan menantu hanya satu, yakni suami harus tegas membela sang istri di depan orang tuanya.
Suami tidak bisa bersikap netral seperti kadang kala mendukung ibunya atau istri. Disini saya tidak bermaksud meminta suami untuk tidak patuh atau tidak hormat pada ibunya.
Suami tetap wajib menghormati, menyayangi dan bertanggung jawab atas ibunya. Tapi prinsip pernikahan adalah membangun rasa ‘kita’ antara suami dan istri.
Jadi, suami harus memberi tahu ibunya bahwa istrinya memang nomor satu. Rumahnya adalah miliknya, istrinya adalah miliknya, anaknya adalah anak Anda dan suami. Sehingga tidak boleh ada keterlibatan atau ikut campur berlebihan dari sang ibu.
Dulu dia adalah seorang anak, tapi sekarang dia adalah seorang suami. Perasaan ibunya pasti akan terluka bahkan tak jarang ibu seperti ini akan mengadu pada keluarga besar dan menganggap anaknya sudah tidak waras serta durhaka.
Tapi, dalam pernikahan, seorang suami harus tegas dalam hal ini. Yakni meskipun dia terbebani karena melukai hati ibunya, tapi sang ibu harus sadar dengan realitas ini.
Ingat! Setelah menikah, suami dan istri harus belajar mandiri dalam segala hal. Membangun prinsip berkeluarga bersama, berdiskusi tentang masa depan berdua, membuat keputusan penting atas dasar pemikiran bersama.
Dan, suami harus menjelaskan hal ini pada orang tuanya khusus sang ibu agar beliau menghormati keputusannya ini.
Konflik mertua dan menantu semakin parah ketika mertua ikut campur, menghina, mengolok-olok menantu hingga membuat hati istri terluka tapi kemudian sang suami saat dicurhati justru diam saja.
Bukan hanya diam, yang lebih parah suami berkata, “sabar saja! Ibu sudah tua, terima saja.”
Nah, ini contoh suami yang tidak tegas! Ini contoh suami yang tidak berani membela istri di depan keluarganya. Meminta istri mengalah dan sabar sedangkan dia sendiri tidak mengambil tindakan apapun terhadap sikap ibunya.
Jadi, ketika klien saya ini mengikuti konsultasi langsung dengan saya di Jogjakarta, maka saran yang saya berikan adalah pindah rumah. Meskipun itu mengontrak di rumah sederhana tidak masalah.
Bujuk suami ibu dan ambil kendali atas rumah tangga ibu. Suaminya ini tidak sadar jika istri sudah terkena serangan mental tiap hari oleh sikap dan perkataan mertua.
Selain saya berikan langkah lahir, saya juga memberikan pegangan berupa sarana spiritual Cincin Sakinah Peluluh Hati. Energi spiritualnya ini saya isi secara khusus untuk membantu melunakkan hati sang suami agar lebih mendengarkan klien.
Saya tidak mengisikan energi untuk meluluhkan hati mertuanya karena menurut saya ini masalah rumah tangga, jadi lebih penting untuk meluluhkan dan mengunci hati sang suami.
Inshallah kalau hati suami sudah bisa dikendalikan, konflik mertua dan menantu ini bisa lebih cepat terselesaikan. Karena suami berada di pihak istri, inilah kuncinya.
Alhamdulillah akhirnya klien bersedia memaharkan Cincin Sakinah Peluluh Hati dan sampai dengan hari ini klien masih mengikuti bimbingan spiritual secara rutin dengan saya melalui chat WhatsApp serta telepon.
Nah, bagi ibu yang mungkin mengalami kasus rumah tangga serupa silakan jangan segan mendaftarkan diri mengikuti konseling. Ibu bisa mendaftar melalui chat WhatsApp atau telepon di nomor +628111 26 4401. Atau klik chat WhatsApp otomatis di bawah ini.
>> Saya Siap Ikhtiar Mengikuti Konseling dengan Mbak Meida <<