Aku pernah menjadi satu-satunya wanita yang selalu kau turuti tanpa kata nanti.
Aku pernah menjadi satu-satunya wanita yang kau bahagiakan tanpa rasa sungkan.
Aku pernah menjadi satu-satunya wanita yang kau pastikan tanpa keraguan.
Aku pernah menjadi satu-satunya wanita yang selalu kau doakan dalam diam.
Aku pernah menjadi satu-satunya wanita yang kau janjikan akan selalu kau timang dalam peraduan.
Aku pernah menjadi satu-satunya wanita yang kau cium hingga sepanjang hari kau tersenyum dan terkagum.
Tapi kini aku menjadi satu-satunya wanita yang kau acuhkan dan kau sisihkan.
Kini aku menjadi satu-satunya wanita yang kau berikan sisa hingga aku merasa binasa.
Kini aku menjadi satu-satunya wanita yang kau hina dengan sikapmu yang tercela.
Kini aku menjadi satu-satunya wanita yang kau paksa terima hatimu yang telah mendua.
Kini aku menjadi satu-satunya wanita yang kau sambut tapi hanya di mulut.
Dulu aku menjadi satu-satunya wanita, itu memang benar. Kini aku masih menjadi satu-satunya wanita, itu masih benar! Tapi, dalam rasa yang berbeda.
Oh, mungkin kini aku bukan lagi menjadi satu-satunya wanita. Melainkan salah satu diantara yang lainnya. Itu terasa menyakitkan, memilukan dan takkan mungkin mampu kulupakan.
Menggurat banyak kecewa, menabur perih tak terkira. Menolak jera, tapi tak kuasa menahan derita. Lalu, aku bisa apa dan harus bagaimana?
Jika kini tak lagi menjadi satu-satunya wanita, melainkan salah satu diantara yang lainnya.
Kurapal doa pada Sang Maha Cinta, mengumbar rayuan mesra agar Dia mengembalikan simpati hati yang tlah bercabang dua.
Tapi, aku bisa apa dan harus bagaimana? Jika kini tak lagi menjadi satu-satunya wanita, melainkan salah satu diantara yang lainnya.
Aku memang bukan wanita istimewa. Tapi, tidakkah kau ingat? Kau pernah meminta diriku seutuhnya saat Tuhan dan malaikatNya menyaksikan kita berjanji seiya sekata.
Aku memang bukan wanita istimewa. Tapi, tak seharusnya kau menempa luka dengan keras di hati yang pernah kau puja.
Aku cinta, tapi tak seharusnya kau jadikan aku salah satu diantaranya. Di saat kau pernah menjadikan aku sebagai satu-satunya wanita.