Sekarang ini lagi ramai kasus Rezky Billar dan Lesti Kejora ya ibu-ibu?
Gosip hot nih yang lagi trending dimana-mana. Berita yang keluar dan yang kita percayai saat ini adalah suaminya membanting dan mencekik istri karena emosi setelah dituduh berselingkuh.
Seperti apa kronologinya, kita belum tahu pasti. Jadi, yang akan kita bahas disini bukanlah berita Rezky Billar dan Lesti Kejora melainkan bagaimana cara mengantisipasi atau mencegah terjadinya KDRT.
Apakah KDRT bisa dicegah Mbak Meida? Inshallah bisa. Lalu bagaimana caranya Mbak? Simak live streaming saya sampai akhir ya.
Tapi sebelum kita diskusi bareng, saya ingin ibu membantu saya membagikan link live streaming saya ini sebanyak mungkin.
Boleh dibagikan di grup-grup WhatsApp, grup-grup Facebook atau dibagikan ke siapapun yang menurut ibu membutuhkan materi ini.
Siapa tahu dengan membagikan materi ini, teman, kerabat atau saudara ibu ikut bergabung dan terinspirasi dari sini ya.
Sehingga mereka jadi lebih mudah mendapatkan solusi dari permasalahan yang sedang mereka hadapi. Inshallah ini akan jadi ladang pahala juga bagi ibu.
Sudah dibagikan ya? Alhamdulillah, terima kasih. Baiklah, sekarang kita lanjutkan.
Coba saya mau dengar nih, komentar ibu-ibu semuanya disini mengenai kasus KDRT Rezky Billar dan Lesti Kejora. Jika ibu menjadi Lesti, kira-kira tindakan apa yang akan ibu lakukan?
- Apakah langsung menceraikan suami?
- Apakah menceraikan dan mempolisikan?
- Apakah berdamai dan balikan?
Ayo ditulis sini pendapatnya, saya ingin tahu jika ibu-ibu (amit-amit ya) jadi korban KDRT, tindakan seperti apa yang akan ibu lakukan?
Dari kebanyakan kasus KDRT yang saya terima, korban disini tidak berani melapor pada pihak berwajib. Tidak berani melakukan tuntutan perceraian pada suami.
Pertama, tidak berani melapor pada yang berwajib karena takut jika sang suami memiliki citra buruk di mata lingkungan sosialnya.
“Nanti mental anak-anak saya gimana Mbak, kalau tahu bapaknya ini pernah jadi narapidana dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap ibunya?”
“Saya takut kalau anak-anak saya dipojokkan lingkungan sosialnya karena bapaknya ini pernah dipenjara.”
Ini ketakutan pertama. Ketakutan kedua terjadi pada istri yang belum berani bersikap mandiri. Bukan hanya mandiri dari segi finansial saja ya. Tapi juga belum mandiri secara emosional.
Contoh, ada klien saya yang diam saja tidak berani menceraikan suami setelah di KDRT karena kebetulan klien saya bergantung secara finansial dengan sang suami.
Ada lagi klien saya yang bekerja, memiliki penghasilan sendiri, tapi di KDRT suaminya ya tetap saja tidak mau pisah. Nah, setelah saya selidiki ternyata beliau ini bergantung secara emosional dengan suami.
Apa-apa selalu minta tolong dikerjakan suami, merasa sepi kalau tidak ada suami, kesehariannya hanya kerja lalu pulang, tidak belajar bersosialisasi dengan yang lain, sehingga ketika disiksa suami secara verbal maupun fisik, beliau tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bingung. Karena dia menganggap suamiku adalah pahlawanku yang selalu membantuku mengerjakan segala hal.
Dari sini sudah terlihat jawaban sebenarnya ya, tentang bagaimana cara mencegah KDRT. Yakni, belajar mandiri. Jangan bergantung 100% pada suami dalam segala bidang.
Jika ibu disini mampu untuk bekerja, maka bekerjalah. Tidak peduli berapa hasilnya yang penting belajar mandiri secara finansial dulu.
Jika ibu disini apa-apa selalu dikerjakan suami, mulai sekarang belajarlah menguasai segala pekerjaan rumah tangga. Bukan untuk memonopoli urusan rumah tangga ya. Tapi untuk mengantisipasi KDRT itu tadi lho.
Contoh jika selama ini suami selalu ganti tabung gas, ibu juga harus belajar. Sesekali nanti ibu sendiri yang pasang. Jika selama ini selalu dimanja suami dan hal ini membuat ibu kerdil dalam mengurus urusan rumah tangga, ini harus dihindari.
Karena ketika terjadi hal yang tidak ibu inginkan seperti KDRT, maka ibu tidak akan takut membuat keputusan. Karena ibu tidak bergantung 100% secara emosional dengan suami.
Kemudian langkah kedua untuk mencegah KDRT adalah membangun ikatan emosional dengan suami. Perbanyak mendengarkan suami, bertanya mengenai masa kecilnya (seperti apa dulu diperlakukan orang tuanya) karena ini sangat mempengaruhi respon suami terhadap aksi ibu.
Orang yang temperamental biasanya sewaktu kecil tidak diajari orang tuanya mengenal dan mengekspresikan emosi secara tepat. Anak itu sejak kecil harus diajarkan definisi emosi yang tepat, bagaimana cara mengekspresikan dan mengendalikannya.
Marah itu seperti apa, apa penyebabnya, bagaimana cara mengungkapkan kemarahan. Sedih itu seperti apa, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengungkapkan kesedihan dsb.
Nah, anak-anak yang tidak diajak berkenalan dengan emosi maka mereka cenderung mengekspresikannya dengan cara yang salah. Marah dengan cara banting barang, sedih dengan cara menangis berlebihan dan terlalu larut dst.
Jika suami ibu ternyata temperamental, maka ibu perlu mendekati suami secara emosional. Memang sebagai istri, ikhtiarnya perlu ekstra sabar ya. Bicara pakai nada lembut, mendekati lebih dulu, bertanya lebih dulu, jadi pribadi yang selalu hangat dsb.
Inshallah 2 cara sederhana ini jika diterapkan secara konsisten bisa membantu mencegah terjadinya KDRT. Karena seringkali KDRT terjadi itu karena luapan emosi. Maka, tindakan preventifnya adalah membantu suami mengelola emosinya.