Beberapa waktu lalu saat saya buka konsultasi langsung di Jakarta, ada salah seorang klien saya yang cerita.
“Mbak, saya sudah beberkan semua borok si wanita itu ke suami”
“Bahwa wanita itu masih punya suami, sering jadi simpanan orang, cuma morotin uang kamu. Semua kejelekannya sudah saya ceritakan. ”
“Tapi reaksi suami justru marah dan membela pelakor. Suami bilang, dia melayanku dengan baik kok. Dia sabar dan hanya melakukan itu ke saya.”
Lalu saya jelaskan pada klien, Buk, itu namanya halo effect. Halo effect ini terjadi saat kita menilai seseorang positif hanya berdasarkan kesan pertama.
Contoh, suami klien saya tadi menganggap selingkuhannya super baik, sabar dan pandai melayani. Tidak seperti istrinya yang hobi marah.
Tentu saja selingkuhannya terlihat baiknya. Karena suami klien mengenal wanita ini belum lama. Masih hitungan bulan atau kurang dari 5 tahun.
Bahkan untuk masalah yang terjadi dalam pekerjaan atau hidup si pria ini, pelakor tidak pernah dilibatkan. Dia hanya diajak senang-senang. Jadi menghadapi badai topan kehidupan bersama itu belum teruji.
Padahal saat kita menjalani rumah tangga kan, tidak hanya senang-senang isinya. Dalam menjalani pernikahan, suami istri akan lebih sering dihadapkan dengan masalah.
Seperti masalah finansial, anak, mertua, lingkungan sosial, hubungan intim dsb. Suami sudah lama mengenal istri, segala suka duka sudah dijalani bersama.
Jeleknya, marahnya, semua keburukan istri, sang suami sudah tahu. Maka, jika hal ini dibandingkan dengan kesan pertama suami terhadap selingkuhannya, ini tidak sebanding.
Bagaimanapun juga, istri dan pelakor ini tidak selevel. Jadi, mereka tidak seharusnya dibanding-bandingkan.
“Lalu bagaimana Mbak Meida, mengatasi suami yang selalu membela pelakor dan tidak mengakui kebaikan istri?”
Pertama, hindari menjelaskan keburukan pelakor pada suami. Seperti yang saya jelaskan di awal, suami ibu mengalami halo effect. Dia menganggap satu kebaikan pelakor sebagai keseluruhan kepribadiannya.
Dia menjadikan kesan pertama sebagai tolak ukur ratusan layer sifat pelakor yang lain. Yang bisa jadi, sifat aslinya justru lebih mengerikan dibandingkan istri sah.
Seburuk apapun sikap pelakor, suami takkan percaya. Maka, hindari menjelek-jelekkan pelakor di depan suami, karena ini justru menyulut emosi suami.
Kedua, jika suami terus menerus membela pelakor, ungkapkan kekesalan ibu. Jelaskan bahwa ibu tidak suka dibanding-bandingka. Dan, perbandingan yang dilakukan ini tidak apple to apple.
Jangan ditahan dan jangan terus menerus sabar. Karena ini tidak baik bagi kesehatan mental ibu. Tapi perlu diingat, cara mengungkapkannya harus tetap elegan. Bukan dengan marah atau bentak-bentak.
Itu dia tips dari saya, semoga bermanfaat untuk ibu-ibu semuanya. Jika ibu disini merasa butuh solusi yang lengkap sesuai masalah rumah tangga ibu, saran saya bisa mengikuti konsultasi.
Konsultasi di tempat saya bukan sekedar saya dengarkan seperti ibu yang biasanya curhat pada teman atau keluarganya. Saya menggunakan metode ilmiah yang saya gabungkan dengan ilmu spiritual.
Jadi inshallah setelah ibu mantap berkonsultasi, saya akan berikan bimbingan lahir batin sesuai kondisi rumah tangga ibu.
Apa yang perlu ibu lakukan, bagaimana menghadapi suami yang bersikap A, B, C dan D, keputusan apa yang harus ibu ambil dsb akan saya bantu arahkan.
Dan, tidak perlu khawatir karena data pribadi serta masalah klien menjadi rahasia saya. Jika ada kisah klien yang saya bagikan itu merupakan persetujuan klien bahwa kisahnya boleh dijadikan bahan pembelajaran bagi ibu-ibu semuanya.
Jangan ragu menghubungi saya, saya tunggu pesan dari ibu.
>> Saya Siap Mengikuti Bimbingan Spiritual Mbak Meida <<